Di pinggir jalan kecil dekat kampus di Bandung, seorang penjual dimsum bernama Pak Heri menatap layar ponselnya. Dulu, antrean motor memenuhi depan gerobaknya setiap malam. Kini, pembeli datang lewat notifikasi — kadang ramai, kadang sepi.
“Kalau hujan, sepi dua-duanya. Offline nggak ada yang mampir, online pun tenggelam di bawah promo besar,” ujarnya sambil tersenyum getir.
Kisah Pak Heri hanyalah satu dari banyak potret ancaman usaha dimsum di era online delivery. Dulu mereka bersaing di pinggir jalan, kini bersaing di algoritma.
🍱 Gambaran Dunia Kuliner Dimsum di Indonesia
Dimsum sudah jadi bagian dari kuliner kekinian di Indonesia. Mulai dari kafe modern hingga tenda kecil, semuanya menjual varian dimsum dengan harga terjangkau.
Menurut data internal GoFood (2025), menu dimsum dan makanan beku masuk 5 besar kategori kuliner paling dicari.
Namun, meningkatnya minat ini justru menciptakan persaingan baru yang tak kasat mata — di mana branding, rating, dan kecepatan kirim menjadi senjata utama.
⚠️ Ancaman Usaha Dimsum di Era Online Delivery
Berikut poin yang membahas ancaman usaha dimsum di era online delivery:
- Persaingan di Platform Digital
- Biaya Komisi dan Perubahan Margin
- Perilaku Konsumen yang Bergeser
🧭 1. Persaingan di Platform Digital
Masuk ke dunia online tidak otomatis meningkatkan penjualan. Banyak penjual kecil yang terjebak di sistem perang diskon dan promosi besar-besaran.
Brand besar punya dana untuk promo, sementara penjual kaki lima hanya berharap ulasan bintang lima dari pelanggan lokal.
“Sekarang, dimsum saya cuma laku kalau ikut promo 50%. Tapi itu pun kadang rugi,” kata Pak Heri.
Inilah ancaman pertama: algoritma platform bisa membuat usaha kecil sulit terlihat, meski rasanya enak.
2. Biaya Komisi dan Perubahan Margin
Bagi banyak penjual, sistem delivery berarti biaya tambahan — mulai dari komisi aplikasi, biaya kemasan, hingga potongan diskon.
Rata-rata margin dimsum pinggir jalan hanya 20–30%. Setelah dipotong komisi 15–25%, margin bisa turun drastis jadi di bawah 10%.
Ancaman finansial ini nyata, terutama bagi penjual yang belum bisa menyesuaikan strategi harga atau mengelola stok bahan baku dengan efisien.
👥 3. Perilaku Konsumen yang Bergeser
Konsumen kini lebih memilih praktis dan cepat, bukan sekadar rasa. Mereka akan memesan tempat yang tampil paling atas di aplikasi — bukan yang paling lezat.
Artinya, loyalitas pelanggan bergeser ke sistem digital, bukan hubungan personal seperti dulu.
Penjual dimsum yang dulu dikenal pelanggan karena senyum ramahnya, kini harus belajar branding digital agar tetap dikenal.
Ingin Tahu Strategi Dimsum Biar Makin Unggul?
Baca artikel lanjutan kami: “Analisis SWOT Dimsum untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing.” Di sana, kita bahas cara mengoptimalkan kekuatan, mengatasi kelemahan, dan menemukan peluang bisnis dimsum di era digital.
💬 Kisah Nyata: Pak Heri dan Strategi Bertahan
Pak Heri tak menyerah. Ia belajar membuat akun GoFood, mengatur foto produk, dan memberi nama unik: Dimsum Pinggir Rasa Sultan.
“Awalnya sepi. Tapi setelah rajin update menu dan bales ulasan pelanggan, mulai naik sedikit,” katanya.
Ia juga mulai mencatat data pesanan manual — menu apa yang sering dibeli, jam paling ramai, hingga pelanggan yang sering repeat order.
🧩 Strategi Menghadapi Ancaman dan Bertahan di Pasar Online
Berikut poin yang membahas strategi menghadapi ancaman dan bertahan di pasar online:
- Bangun Branding Sederhana tapi Konsisten
- Gunakan Media Sosial Sebagai Etalase
- Pelajari Pola Jam Pesanan
- Kolaborasi dengan Komunitas Lokal
💡 1. Bangun Branding Sederhana tapi Konsisten
Nama usaha, foto produk, dan deskripsi harus seragam di semua platform. Tambahkan sentuhan manusiawi seperti “Dimsum buatan sendiri tanpa bahan pengawet” untuk menumbuhkan kepercayaan.
📱 2. Gunakan Media Sosial Sebagai Etalase
Instagram, TikTok, dan WhatsApp Business bukan sekadar tempat promosi — tapi cara menampilkan “wajah” usaha.
Banyak penjual yang berhasil karena posting behind the scene: proses membuat dimsum, senyum pelanggan, atau testimoni jujur.
💬 3. Pelajari Pola Jam Pesanan
Setiap wilayah punya jam sibuk sendiri. Gunakan data dari aplikasi delivery untuk menentukan kapan aktifkan promo atau stok tambahan.
💰 4. Kolaborasi dengan Komunitas Lokal
Kerja sama dengan warung kopi, sekolah, atau acara kampus bisa jadi solusi menjaga omset tanpa sepenuhnya bergantung pada algoritma aplikasi.
🌱 Kesimpulan
Ancaman usaha dimsum di era online delivery bukan hanya soal persaingan harga, tapi soal cara bertahan dalam sistem yang berubah cepat.
Yang dulu diukur dari antrean di pinggir jalan, kini diukur dari rating dan visibilitas digital.
Namun satu hal tetap sama: rasa dan kejujuran usaha kecil tak akan pernah bisa digantikan algoritma.
Bagi para penjual seperti Pak Heri, perjuangan bukan hanya bertahan, tapi juga belajar — karena di dunia kuliner, yang mampu beradaptasi-lah yang tetap hidup.



Leave a Reply